Produksi Motor Harus Dibatasi
Bagja Pratama – detikOto
Karawang – Banyak kalangan menilai, angka produksi motor di Indonesia sebagai sebuah prestasi tersendiri. Namun, tidak untuk seorang Bupati Kabupaten Karawang, Dadang S. Muchtar.
Menurutnya, produksi motor jutaan unit, yang tentunya bakal disertai dengan angka penjualan yang fenomenal juga, hanya kelihatannya saja sebagai prestasi yang membanggakan.
“Tapi sebenarnya membuat masyarakat kita miskin,” ujarnya di sela-sela ekspor perdana Honda Freed ke Thailand di pabrik Honda Karawang.
Maksudnya, papar Dadang, dengan produksi motor yang tidak terbatas tersebut, kecenderungan masyarakat Indonesia menjadi konsumtif dan selalu didorong oleh rasa ingin memiliki motor baru.
“Padahal, tidak semua masyarakat kita mampu, tapi berbagai kemudahan ditawarkan ATPM, sehingga mereka bisa membeli motor baru,” ujar Dadang.
Sekarang, Upah Minimum Kota saja, untuk Kota Karawang hanya pada kisaran Rp 1 juta saja, sedangkan untuk membayar cicilan motor, rata-rata pada kisaran Rp 500 ribu.
“Bayangkan, uang sisanya sekitar Rp 500 ribu, untuk makan sekeluarga, bagaimana tidak terjadi gizi buruk?” tegas Dadang.
Karenanya, ia meminta, meskipun produksi motor yang terus meningkat dari tahun ke tahun adalah sebuah prestasi yang membanggakan, namun para ATPM juga harus membuat keseimbangan.
“Jangan hanya bisa mendorong untuk membeli, tapi juga sesuaikan dengan kemampuan mereka,” ujarnya. ( bgj / ddn ) – Sumber: detikOTO
==========================================================================================

Motor Menyemut
Latar belakang ane menyebut beliau cerdas itu karena paling tidak beliau bisa “bersuara” sampai masuk media.
Paling tidak beliau lebih peduli dari pemimpin daerah lain.
Mengenai taraf ekonomi masyarakatnya ane tidak tahu, karena ane tidak punya data. Tapi interpretasi ane dari artikel itu sebagai berikut:
Kondisi kepemilikan motor di daerah Pak Bupati ini sedemikian besar, sampai ada data mendarat di meja Pak Bupati bahwa masyarakat berpenghasilan Rp 1juta mau mengeluarkan separuh penghasilannya untuk mencicil motor. artinya di sini bukan kemampuan atau daya belinya yang disoroti, tetapi niat belinya yang tinggi (kemauan/minat beli).
Dari mana asal minat belinya? ya dari iklan, dari iming2 bunga rendah, cicilan ringan, uang muka rendah dsb.
padahal secara jangka panjang, kepemilikan motor seperti ini membebani masyarakat dan hampir pasti berujung ke pemiskinan.
Pernyataan Bupati yang berbunyi:
“Jangan hanya bisa mendorong untuk membeli, tapi juga sesuaikan dengan kemampuan mereka”.
Ane interpretasikan sebagai berikut:
Bupati tidak keberatan jika harga motor murah asal masyarakat dapat memiliki kendaraan pribadi (motor). Ini bertentangan dengan judul artikel dan niat beliau untuk membatasi produksi motor.
Jika saja Pak Bupati mau sedikit turun ke jalan dan melihat sendiri tingkah polah pengendara motor (yang mana pasti banyak penyimpangan berkendara). pasti beliau akan berpikir bahwa pembatasan produksi motor harus dilakukan bukan hanya karena potensi memiskinkan cashflow masyarakat, tetapi juga berpotensi mencederai bahkan mematikan pengendaranya.
Solusinya bagaimana?
lagi2 interpretasi ane sebagai berikut:
Jangan beri kemudahan kepemilikan motor.
Jangan beri uang muka murah.
Jangan beri cicilan murah.
Pajang foto korban kecelakaan di setiap perempatan dan dealer motor. (produsen rokok bisa melakukan, kenapa produsen motor tidak?)
Semua ini untuk lebih memacu masyarakat dan mengedukasi mereka untuk lebih berpikir keras dan berusaha extra dalam memiliki motor. Mungkin mereka akan lebih pilih menabung baru membeli cash daripada mencicil.
Selama uang muka dan cicilan bulanan sebuah motor masih dapat dijangkau dengan mudah oleh penghasilan minimum, bukan mustahil, seseorang akan berminat membeli.
Paling tidak mereka akan lebih bijaksana dan mampu mengejar hal yang lebih penting daripada mengidamkan sebuah sepeda motor.
Sekali lagi semua itu tadi interpretasi ane, kalo ada yang beda ya silakan diutarakan.
Menyukai ini:
Suka Memuat...
RECENT COMMENTS