Berkenalan dengan TVS Motor Indonesia – (part.4)

15 06 2010

yooo…Balik lagi ke masalah flow berpikir TVS dari mulai  input –> R&D –> output, jelas rasanya bahwa konsep ini tak ubahnya seperti “duck in – duck out”, Aspirasi rakyat akan motor yang tangguh dan irit sudah kadung dicemari motor bebek Jepang ditampung dan kemudian di R&D diolah…. Outputnya yoo..motor bebek lagi..yaah motor bebek plus-plus laagh..!!!

bebek TVS bisa buat balap liar gak ya?

Ini perlu dipertanyakan sebenarnya apakah product drives the consumer atau malah sebaliknya, consumer drives the product? Well, kalau TVS mau berani berinovasi, ya sebaiknya jangan menelorkan motor bebek..!!! Itu berarti TVS hanyalah jadi follower saja, mau jadi bebek cah jamur kek, bebek goreng kecap kek, bebek pincang rebus kek..yaa tetep saja bebek tho..???!

bisa-bisa TVS buka restoran bebek..

Kenapa TVS tidak memproduksi motor sport dan serius di sana? Kalau dengan alasan motor sport itu lebih boros, itu gak tepat. Bajaj berhasil memproduksi Pulsar yang sudah terbukti irit. Kenapa TVS tidak bisa?

Pulsar vs Apache

Apa hasil penafsiran TVS terhadap aspirasi dan keinginan masyarakat itu hanyalah sedangkal motor bebek??? Well..hanya manajemen TVS yang tahu.

Yang ane bisa analisa di sini adalah TVS ingin terlebih dahulu mengakrabkan diri dengan konsumen yang sedang teracuni demam motor bebek ya dengan menelorkan motor bebek. Langkah selanjutnya…kita lihat saja sepak terjangnya.

Lalu bagaimana dengan TVS Apache yang terkesan di anak-tirikan? Tidak seperti pendahulu-pendahulunya di tanah Hindi sana seperti Fero dan Star, Apache memang berbeda. Fitur dan teknologi yang diusungnya dapat disetarakan dengan Bajaj Pulsar. Dari pengamatan ane sendiri Apache lebih superior dalam hal kualitas cat, finishing pengelasan dan detailing. Perbandingan Apache dengan Pulsar dapat dibaca di artikel ini.





Berkenalan dengan TVS Motor Indonesia – (part.3)

10 06 2010

TVS Wolcome Bloggers

Komentar

Nah..sekarang komentar dari Blogger..

ane bersama para blogger senior

Ada hal menarik mengenai manuver TVS untuk mencari motor seperti apa yang diinginkan oleh konsumen Indonesia. Pak Benny dari divisi marketing TVS mengatakan bahwa TVS berusaha menambah kualitas hidup masyarakat dengan motor yang irit dan bertenaga yang cocok untuk penggunaan harian. Sehingga pada akhirnya masyarakat bisa berhemat dan menabung, karena pengeluaran untuk transportasi jadi lebih kecil setelah membeli motor TVS.

Pak Benny Widyatmoko - GM Marketing TVS

kalo Benny yang ini...yang punya blog.. 😀

Tapi tunggu dulu, mari kita lihat pola pikir Research & Development (R&D) TVS dengan langkah sebagai berikut:

  1. Melakukan survey motor idaman ke masyarakat
  2. Mengolah data di R&D TVS
  3. Mengeluarkan output berupa desain motor yang sesuai

Naah..mari lihat langkah perlangkah..

Melakukan survey motor idaman ke masyarakat

Pada langkah ini TVS lupa bahwa masyarakat Indonesia ini adalah hasil “jajahan Jepang” lebih sempit lagi dalam hal permotoran adalah “hasil jajahan Honda”. Apa artinya? Jelasss..25 tahun Honda bercokol di seluruh pelosok Indonesia telah sukses menanamkan di benak anak-cucu generasi Indonesia sampai zaman ini bahwa motor yang paling nyaman, aman tenteram loh jinawi bagi rakyat adalah motor bebek. Apakah TVS melupakan ini?

Mengolah data di R&D TVS

Di sini data survey diolah, tapi lihatlah data input berupa suara masyarakat. Dengan mindset masyarakat yang sangat pro motor bebek, maka data R&D akan jelas-jelas beraroma motor bebek. Lalu..dimana letak inovasi TVS terhadap motor idaman jika hanya mengikuti kemauan masyarakat yang jelas keracunan akut motor bebek?

Mengeluarkan output berupa desain motor yang sesuai

Lagi-lagi hasil output adalah hasil olahan R&D yaitu motor bebek..ini sih namanya garbage duck in – garbage duck out.

Susah Payah Riset..Hasilnya Cuma Bebek? 😦

Kesimpulan..

Dari produk yang diunggulkan TVS seperti Neo, Rockz dan Neo X3i, dengan alasan ingin lebih familiar dan dikenal di kalangan masyarakat pengguna motor, TVS cenderung main aman dan tidak terlalu bernyali untuk tampil beda dan segmented seperti Bajaj dan Minerva.

Hasil utama R&D TVS bisa dibilang hanya berupa fitur charger HP, fitur MP3 player, dan lampu bagasi. Sayang untuk TVS Neo, seolah TVS tanggung memberikan fitur dengan absennya pocket atau wadah untuk menaruh HP dan charger HP itu sendiri.

Charger pada TVS Neo...tapi gak ada wadah menaruh HP

Dari output produk TVS terlihat bahwa TVS mengikuti strategi Bajaj dengan menambah fitur-fitur yang tidak umum ditemui pada motor Jepang.

Jika Bajaj memasang fitur speedometer digital, lampu sein yang mati sendiri setelah berbelok dan double busi, maka motor bebek TVS mengikuti pola ini dengan fitur MP3 player, FM radio dan charger HP ala lighter di mobil dengan alasan mengikuti aspirasi konsumen.

Well, kalau mau total mengikuti konsumen, coba tengok ke jalan, kan banyak tuh yang naik motor bebek sambil mainan handphone atau pegang rokok. Bagaimana kalau motor bebek TVS dibuat dengan tempat handphone, cigarrette holder dan asbak di bagian stang, yaah seperti trend naik motor sambil telpon atau sambil merokok yang dilakukan kebanyakan oknum bebekers di jalanan…pasti okeh banget tuh…hihihi.

TREND RIDING SAMBIL MEROKOK..mungkin TVS mau memfasilitasi?

Trend Naik Motor Saat Ini...NDESO ABIS!





Berkenalan dengan TVS Motor Indonesia – (part.2)

9 06 2010

Andalah Inspirasinya..

Inilah slogan TVS Motor Indonesia..dengan merekrut Iwan Fals sebagai product messenger, TVS mencoba mengambil hati masyarakat. “kami mencoba membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia dengan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat” demikian ucap Pak Benny Widyatmoko, General Manager Marketing. Pak Benny juga menambahkan bahwa TVS telah melakukan survey ke pengguna motor di perkotaan besar untuk mencari motor seperti apa yang diidamkan konsumen.

Benny Widyatmoko - GM Marketing TVS Motor Indonesia

Presiden SBY Meninjau Produk TVS

Produk

Bicara motor dari India, maka wajib hukumnya membandingkan produk TVS dengan Bajaj. Perbedaannya banyak dan pastinya cukup signifikan. Namun karena sedang membahas TVS maka ane akan bilang ke TVS bahwa untuk segmen motor sport, kualitas detail dan engine TVS Apache sudah lebih superior dari Bajaj, namun jika saja TVS berani memperbesar ukuran cc mesin sejajar dengan varian-varian Pulsar maka TVS akan lebih memiliki daya saing.

Saat ini angka penjualan TVS masih di bawah Bajaj, bisa jadi “brand awareness” TVS belum dikenal di masyarakat perkotaan yang umumnya perlu lebih diyakinkan untuk mencoba sebuah produk baru. Bajaj, di sisi lain telah sukses membersihkan nama baiknya dari kendaraan roda tiga yang berasap dan bising menjadi motor sport yang gagah dan pas untuk komuter terbantu dengan adanya momen kebosanan masyarakat terhadap itu-itu saja ditambah lagi antusiasme penggunanya yang meleburkan diri ke berbagai komunitas, salah satunya Pulsarian Community.

Price List Motor TVS (sumber: Stephen Langitan)

TVS sendiri bukanlah pemain baru di India, di sana mereka adalah produsen motor terbesar ketiga, setelah Bajaj dan Honda. TVS di India memiliki beragam varian produk dari mulai skutik, motor bebek hingga motor sport. Ketika ditanya langsung, Pak Kutani dari Engineering mengatakan bahwa di Indonesia baru kali ini TVS menelorkan motor bebek, ini karena motor bebek kurang mendapat respon pasar positif di India. Diharapkan dengan membuat motor bebek, TVS dapat lebih akrab dengan masyarakat Indonesia. Begitu tukas Pak Kutani.

TVS Scooty

Di segmen matic, TVS Scooty menjadi trend di kalangan mahasiswa-siswi dan ibu rumah tangga di India. Ini karena Scooty, yang di India sana masuk ke dalam kelas “scooteret” – sebutan India untuk skutik dibuat dalam 99 pilihan warna. Pabrikan membuat motor, dan dealer, bekerja sama dengan rumah produksi rekanan mengecat Scooty sesuai request calon pembeli. Itulah yang membuat Scooty menjadi primadona. Di Indonesia, Pak Kutani pesimis motor ini akan laku karena diameter velgnya yang kecil – 12 inch. Sementara konsumen Indonesia terbiasa dengan 14 inch.

TVS Fiero

TVS Star

Di segmen motor sport, TVS mempunyai varian Fero dan Star yang diproduksi tahun 90-an dan hingga kini masih merajai jalanan kota India. Lagi-lagi masalah desain yang menyebabkan motor ini tidak diproduksi di Indonesia. Well, memang kedua motor batangan ini bentuknya jadul banget sih.

Iklan TVS (sumber: Stephen Langitan)

Indonesia kebagian produk dengan fitur yang tidak umum di India, dengan harapan masyarakat akan tertarik, seperti dulu Pulsar memesona calon pembeli dengan speedometer digital dan auto shut off sign lamp dan LED lamp, begitu pula TVS mencoba menawarkan nilai lebih dengan kualitas detail motor yang mulus dan fitur unggulan yang unik.

sumber foto: googling, Stephen Langitan.com





Berkenalan dengan TVS Motor Indonesia – (part.1)

8 06 2010

TVS Founding Fathers

Sejarah

TVS Motor Indonesia, nama TVS ini ane dengar pertama kali tahun 2006 sewaktu membuka iklan lowongan kerja di Career Development Center (CDC) ITB. Kala itu TVS membuka lowongan kerja untuk posisi Mechanical Engineer. 3 tahun kemudian ane baru ngeh bahwa TVS itu adalah produsen sepeda motor terbesar ketiga asal India. Perusahaan yang didirikan oleh TV. Sundaram Iyengar pada tahun 1911 ini memiliki banyak anak perusahaan, diantaranya TVS Motor. Usil gothak-gathuk…ternyata TVS sudah mulai berinvestasi di Indonesia sejak tahun 2006 dengan membangun fasilitas produksi senilai 50 juta US$ di daerah Karawang.

Pabrik TVS - Karawang

Rencana Pengembangan Pabrik TVS - Karawang

Strategi Investasi

Wah..dengan strategi investasi seperti ini, membangun pabrik terlebih dahulu kemudian baru berjualan motor mengingatkan ane kepada produsen motor terbesar di India yaitu Bajaj yang produknya sudah dikenal lebih dulu di Indonesia dengan varian Pulsar-nya. Menilik strategi Bajaj yang memilih untuk berjualan motor secara import bulat-bulat alias CBU hingga tahun 2008 jelas berbeda dengan TVS. Tersiar kabar bahwa Bajaj baru akan membuka pabriknya pada tahun 2011.

Pabrik TVS Motor Indonesia

Bukti Peresmian Pabrik TVS Indonesia

Dengan strategi marketing ini, ane dari sisi konsumen menilai Bajaj terkesan “icip-icip” pasar dahulu dengan memasukkan “tester bunny” nya ke pasaran Indonesia..dan ternyata motornya laku!! Ya jelas, ketika konsumen lelah dan bosan dengan motor yang itu-itu saja, Bajaj sukses mengambil kesempatan dan telah membuka dealer di beberapa pusat kota besar di Indonesia.

The Man Behind The Gun

Tercatat ada Pak Darmadi Tjuatja yang sebelumnya pernah 20 tahun lebih bergabung bersama Indomobil, ATPM Suzuki dan juga terdapat beberapa staff manajemen yang dulunya ada di Honda (AHM). Diperkuat lagi dengan adanya Pak Juwono Sudarsono di jajaran Komisaris, semakin memperkuat TVS untuk mengambil ceruk pasaran motor Indonesia dari genggaman Jepang.

Pak Darmadi Tjuatja

Jajaran Manajemen TVS Motor Indonesia

Lalu kedepannya bagaimana?

Oke..kita kembali ke TVS, dengan strategi bangun pabrik dulu, dagang kemudian, TVS sedikit kehilangan momen emas yang keburu disikat Bajaj. Oleh karena itu dara pengamatan singkat ane terlihat bahwa TVS memilih untuk memperkuat basis marketingnya di wilayah suburban, alias dari pinggiran menuju ke pusat. Namun karena pabrik sudah berdiri maka keuntungan bagi TVS adalah harga produk bisa lebih murah karena seluruh kegiatan produksi dilakukan di Indonesia dan konsumen secara jangka panjang akan melihat bahwa TVS benar-benar serius menggarap market Indonesia!





Bupati Karawang bersabda: “Produksi Motor Harus Dibatasi”

16 12 2009

Produksi Motor Harus Dibatasi

Bagja Pratama – detikOto

Karawang – Banyak kalangan menilai, angka produksi motor di Indonesia sebagai sebuah prestasi tersendiri. Namun, tidak untuk seorang Bupati Kabupaten Karawang, Dadang S. Muchtar.

Menurutnya, produksi motor jutaan unit, yang tentunya bakal disertai dengan angka penjualan yang fenomenal juga, hanya kelihatannya saja sebagai prestasi yang membanggakan.

“Tapi sebenarnya membuat masyarakat kita miskin,” ujarnya di sela-sela ekspor perdana Honda Freed ke Thailand di pabrik Honda Karawang.

Maksudnya, papar Dadang, dengan produksi motor yang tidak terbatas tersebut, kecenderungan masyarakat Indonesia menjadi konsumtif dan selalu didorong oleh rasa ingin memiliki motor baru.

“Padahal, tidak semua masyarakat kita mampu, tapi berbagai kemudahan ditawarkan ATPM, sehingga mereka bisa membeli motor baru,” ujar Dadang.

Sekarang, Upah Minimum Kota saja, untuk Kota Karawang hanya pada kisaran Rp 1 juta saja, sedangkan untuk membayar cicilan motor, rata-rata pada kisaran Rp 500 ribu.

“Bayangkan, uang sisanya sekitar Rp 500 ribu, untuk makan sekeluarga, bagaimana tidak terjadi gizi buruk?” tegas Dadang.

Karenanya, ia meminta, meskipun produksi motor yang terus meningkat dari tahun ke tahun adalah sebuah prestasi yang membanggakan, namun para ATPM juga harus membuat keseimbangan.

“Jangan hanya bisa mendorong untuk membeli, tapi juga sesuaikan dengan kemampuan mereka,” ujarnya. ( bgj / ddn ) – Sumber: detikOTO

==========================================================================================

Motor Menyemut

Latar belakang ane menyebut beliau cerdas itu karena paling tidak beliau bisa “bersuara” sampai masuk media.
Paling tidak beliau lebih peduli dari pemimpin daerah lain.

Mengenai taraf ekonomi masyarakatnya ane tidak tahu, karena ane tidak punya data. Tapi interpretasi ane dari artikel itu sebagai berikut:
Kondisi kepemilikan motor di daerah Pak Bupati ini sedemikian besar, sampai ada data mendarat di meja Pak Bupati bahwa masyarakat berpenghasilan Rp 1juta mau mengeluarkan separuh penghasilannya untuk mencicil motor. artinya di sini bukan kemampuan atau daya belinya yang disoroti, tetapi niat belinya yang tinggi (kemauan/minat beli).
Dari mana asal minat belinya? ya dari iklan, dari iming2 bunga rendah, cicilan ringan, uang muka rendah dsb.
padahal secara jangka panjang, kepemilikan motor seperti ini membebani masyarakat dan hampir pasti berujung ke pemiskinan.
Pernyataan Bupati yang berbunyi:

“Jangan hanya bisa mendorong untuk membeli, tapi juga sesuaikan dengan kemampuan mereka”.

Ane interpretasikan sebagai berikut:
Bupati tidak keberatan jika harga motor murah asal masyarakat dapat memiliki kendaraan pribadi (motor). Ini bertentangan dengan judul artikel dan niat beliau untuk membatasi produksi motor.
Jika saja Pak Bupati mau sedikit turun ke jalan dan melihat sendiri tingkah polah pengendara motor (yang mana pasti banyak penyimpangan berkendara). pasti beliau akan berpikir bahwa pembatasan produksi motor harus dilakukan bukan hanya karena potensi memiskinkan cashflow masyarakat, tetapi juga berpotensi mencederai bahkan mematikan pengendaranya.

Solusinya bagaimana?

lagi2 interpretasi ane sebagai berikut:

Jangan beri kemudahan kepemilikan motor.

Jangan beri uang muka murah.

Jangan beri cicilan murah.
Pajang foto korban kecelakaan di setiap perempatan dan dealer motor. (produsen rokok bisa melakukan, kenapa produsen motor tidak?)
Semua ini untuk lebih memacu masyarakat dan mengedukasi mereka untuk lebih berpikir keras dan berusaha extra dalam memiliki motor. Mungkin mereka akan lebih pilih menabung baru membeli cash daripada mencicil.
Selama uang muka dan cicilan bulanan sebuah motor masih dapat dijangkau dengan mudah oleh penghasilan minimum, bukan mustahil, seseorang akan berminat membeli.

Paling tidak mereka akan lebih bijaksana dan mampu mengejar hal yang lebih penting daripada mengidamkan sebuah sepeda motor.

Sekali lagi semua itu tadi interpretasi ane, kalo ada yang beda ya silakan diutarakan.